JAKARTA, iNews.id – Diabetes menjadi salah satu penyakit tak menular yang menyebabkan ragam komplikasi, salah satunya masalah pada mata. Sebab itu, penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan risiko retinopati diabetik atau kerusakan pada pembuluh darah retina mata.
Penyakit ini dapat mengarah pada Diabetic Macular Edema (DME) yang berujung pada kebutaan jika tidak di terapi dengan baik.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dari 10 negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar (rentang usia 20-79 tahun) yaitu 19,5 juta orang dan di prediksi mencapai 28,6 juta di tahun 2045.
IDF menyebutkan, satu dari tiga penderita diabetes akan mengalami suatu bentuk kehilangan penglihatan atau vision loss semasa hidupnya. Kemudian, Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) 2022 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara, yang salah satunya disebabkan oleh retinopati diabetik.
Di Indonesia, prevalensi Retinopati Diabetik (RD) terjadi pada pasien diabetes tipe 2 sebesar 43,1 persen dengan angka pasien yang kemungkinan mengalami RD yang mengancam penglihatan ataU VTDR (vision-threatening diabetic retinopathy) sebesar 26,3 persen.
Lantas, bagaimana cara pencegahannya?
Demi mencegah terjadinya perburukan RD hingga kebutaan, perlu dilakukan kontrol faktor-faktor risiko sistemik pada pasien seperti tekanan darah, tingkat glikemik yang optimal serta tingkat lipid. Hal itu diungkapkan dr Dewi Muliatin Santoso.
“Menurut guideline Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) 2022 [8] , langkah pertama yang harus dilakukan oleh penderita diabetes adalah melakukan pemeriksaan mata pada lima tahun pertama setelah terdiagnosa diabetes tipe 1 dan sesegera mungkin pada pasien diabetes tipe 2,” kata Head of Medical Department of Bayer Pharmaceutical, dr Dewi Muliatin Santoso, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (3/11/2023).
“Jika tidak ada gejala retinopati dan gula darah terkontrol dengan baik, maka pemeriksaan dapat dilakukan satu sampai dua kali dalam setahun,” ujar dia.
Dia menjelaskan, Retinopati Diabetik terjadi akibat dari diabetes jangka panjang dan menyebabkan inflamasi yang merusak pembuluh darah mata yang kecil. Ini meningkatkan pertumbuhan pembuluh darah baru di retina atau endotelial vaskular (VEGF) yang mengakibatkan kebocoran pembuluh darah dan pada akhirnya terjadi Diabetik Makular Edema (DME).
Akibat dari DME di antaranya penglihatan tidak fokus, adanya bercak hitam, warna buram, garis lurus menjadi gelombang atau bengkok, dan jika diabaikan dalam waktu lama dapat berujung pada kebutaan. DME sendiri dapat diobati dengan injeksi anti-VEGF seperti Aflibercept.
Di Indonesia saat ini, injeksi anti-VEGF yang sudah menerima persetujuan BPOM adalah Aflibercept, Ranibizumab, dan Brolucizumab. “Selain itu, mengidentifikasi dan mengobati DME pada tahap awal adalah langkah krusial dalam merawat pasien diabetes, terutama untuk menjaga kualitas penglihatan mereka dan meminimalisir risiko kebutaan akibat DME,” jelas dr Dewi.
Tak hanya itu, pasien diabetes juga perlu memonitor gula darah secara berkala, menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol dengan pola makan sehat, berhenti merokok, serta berolahraga secara teratur.
Editor : Siska Permata Sari
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel: